TIMES NATUNA, TASIKMALAYA – Dengan perkembangan teknologi digital, pembelajaran mengaji Al-Quran bagi penyandang tunanetra mengalami pertumbuhan yang cukup pesat.
Teknologi modern memberikan dampak positif dalam berbagai aspek, termasuk dalam pengembangan teknologi Braille dan koding yang semakin memudahkan aksesibilitas bagi tunanetra dalam membaca Al-Quran.
Namun, meskipun teknologi semakin berkembang, fungsi Braille tetap tidak bisa tergantikan. Sebaliknya, Braille dan teknologi digital harus saling melengkapi dan menyempurnakan.
Saat ini, banyak penyandang tunanetra yang lebih mengandalkan metode mendengar dibandingkan membaca secara langsung menggunakan tulisan Braille.
Hal tersebut disampaikan oleh akademisi dari UIN Bandung, Ustadz Dr. Ridwan Effendi, saat menjadi pembicara dalam acara talkshow bertajuk "Membaca Tanpa Batas" yang diinisiasi oleh Pengurus Daerah LAZPersis Kota Tasikmalaya.
Acara ini diselenggarakan di Gedung Aisyiyah, Jalan Ir. H. Djuanda, Kota Tasikmalaya, pada Minggu (16/3/2025).
Ustadz Dr. Ridwan Effendi, saat memebrikan keterangan kepada TIMES Indonesia di komplek Mesjid Mesjid Aisyiyah, Jalan Ir. H. Djuanda, Kota Tasikmalaya, pada Minggu (16/3/2025) (FOTO: Harniwan Obech/TIMES Indonesia)
Selain menjadi akademisi di UIN Bandung Ustadz Ridwan yang juga menyandang tunanetra berkarya juga sebagai dosen di STIKES Ciamis, dalam paparannya menyampaikan bahwa metode pembelajaran mengaji bagi tunanetra biasanya dimulai dengan mendengar, membaca, kemudian menulis.
Namun, menurutnya, akan lebih baik jika metode pendengaran dan perabaan melalui tulisan Braille bisa dikombinasikan secara optimal.
"Penyandang tunanetra dalam mengaji Al-Qur'an lebih mendahulukan mendengar, membaca, dan menulis. Walaupun pada akhirnya menulis menjadi pondasi awal, tetapi menurut saya lebih baik jika fungsi pendengaran dan perabaan dikombinasikan," terang Ustadz Ridwan.
Ia juga menyoroti bahwa sistem tulisan Braille masih terus mengalami perkembangan dan adaptasi, terutama dengan adanya perubahan simbol-simbol dalam Al-Qur'an Braille versi terbaru tahun 2025.
Salah satu contoh pengembangan ini dapat dilihat pada Yayasan Penyantun Wiyataguna Bandung, yang aktif dalam mendistribusikan versi terbaru Al-Qur'an Braille.
Ustadz Ridwan juga menyoroti minimnya lembaga pendidikan yang mengajarkan Braille kepada tunanetra. Ia merasa prihatin dengan kurangnya guru atau pendamping awas yang memiliki kompetensi dalam mengajar Braille di Sekolah Luar Biasa (SLB). Beberapa SLB bahkan tidak memiliki tenaga pengajar khusus untuk tunanetra.
"Pendamping atau guru itu harus profesional. Guru tunanetra harus benar-benar menguasai metode pembelajaran Braille, jangan sampai seadanya. Idealnya, rasio pendamping adalah satu pendamping awas untuk satu tunanetra. Namun, dalam praktiknya, satu pendamping seringkali hanya mendampingi dampingi tiga orang siswa," ujarnya.
Menurutnya, rasio ini sangat penting dalam pembelajaran membaca Al-Qur'an, karena dalam Islam membaca merupakan bagian dari pengembangan ilmu dan wawasan.
Dalam kesempatan yang sama, Kepala LAZ Persis Kota Tasikmalaya, Ustd. Heru Fahrudin, S.E., menegaskan pentingnya berbagi, terutama di bulan Ramadan yang penuh berkah.
“Kegiatan ini merupakan bagian dari upaya kami dalam menyebarkan kebahagiaan di bulan Ramadan, sekaligus membantu mereka yang membutuhkan. Sedekah memiliki keutamaan yang luar biasa, terutama di bulan penuh berkah ini,” ujar Heru Fahrudin saat ditemui TIMES Indonesia di Masjid Aisyiyah, Jalan Ir. H. Djuanda, Kota Tasikmalaya, pada Minggu (16/3/2025).
Perkembangan teknologi digital membawa perubahan signifikan dalam metode pembelajaran mengaji bagi tunanetra. Meskipun teknologi semakin berkembang, tulisan Braille tetap memiliki peran penting yang tidak bisa digantikan.
Kombinasi metode mendengar dan membaca melalui Braille harus terus dioptimalkan agar penyandang tunanetra dapat memahami Al-Qur'an dengan lebih baik. Selain itu, peningkatan jumlah tenaga pengajar yang kompeten dalam Braille sangat dibutuhkan untuk memastikan tunanetra mendapatkan pendidikan yang layak.
Dengan adanya inisiatif dari berbagai pihak, termasuk LAZ Persis Kota Tasikmalaya, diharapkan semakin banyak masyarakat yang peduli dan berkontribusi dalam meningkatkan aksesibilitas pendidikan bagi tunanetra. Di bulan Ramadan ini, kepedulian sosial harus semakin digalakkan untuk membantu mereka yang membutuhkan. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Perkembangan Teknologi Digital Dorong Pertumbuhan Mengaji Al-Quran Braille bagi Tunanetra
Pewarta | : Harniwan Obech |
Editor | : Ronny Wicaksono |